Wednesday, March 28, 2007

KECERDASAN PENGABDIAN SANG PEJABAT

Oleh

Peribadi

Mungkin inilah yang takkalah pentingnya dibanding dengan jenis kecerdasan lainnya. Meskipun kecerdasan mengabdi dimaksud signifikan dengan kecerdasan spritual jika teraplikasikan. Boleh jadi seseorang telah menggapai segala sesuatu yang menjadi dambaannya, karena tingkat kecerdasan yang dimiliki demikian sempurnah. Namun ternyata kemudian, apa yang ada dalam genggamannya itu, hanya dimanfaatkan untuk dirinya sendiri. Sementara untuk anggota rumah tangganya, terutama kepada kedua orang tuanya yang kebetulan masih hidup dalam kondisi tua renta, tak pernah dinikmati sebagaimana dia merasakannya. Kalau memang kemudian untuk seluruh anggota rumah tangga sudah berhasil dinikmati bersama atas seluruh hasil karyanya. Namun yang menjadi soal berikut, ternyata secuil pun tak pernah dilayangkan kepada anak-anak bangsa yang sesungguhnya layak menikmatinya. Ikhwal ini terasa sekali ketika penulis membantu kaum santri untuk mencarikan dana aktivitas, sehingga tidak jarang penulis diklaim pengemis. Tapi tak apalah, karena amat mudah dimaklumi.

Lebih jauh dari itu, bagaimana kemudian kita menyoal tingkat kecerdasan mengabdi kepada bangsa dan negara yang kini amat merindukan pikiran cerdas dan nurani ikhlas serta lapang dada untuk menancapkan fondasi keadilan dan kesejahteraan menuju pada proses kehidupan masyarakat dan bangsa madani. Tentu saja ikhwal kemampuan pengabdian yang terakhir, secara khusus ditujukan kepada kaum elite sosial yang tengah bertengger di kursi panas. Karena merekalah yang terlanjur memberanikan diri masuk ke gelanggang pertarungan hingga sukses terplih menjadi penentu hidup-mati orang-orang yang dipimpinnya. Makanya, amat patut disambut dan didukung, jika ada figur seperti Andi Kaharuddin yang bertekad untuk menggratiskan biaya pendidikan, atau pejabat seperti Pak Amirul Tamim misalnya yang sudah mulai menerapkan dukungan materiil terhadap proses belajar mengajar.

Sungguh ikhwal ini merupakan harapan yang tidak mampu dibahasakan, entah berapa tingkat kuantitas dan kualitas rintihan rakyat jelata yang selama ini telah menjadi korban dari sebuah mega-proyek yang bersimbol ”Idiologi Pembangunanisme”? Suka atau tidak suka, rakyat telah mengantungkan harapan penuh kepada orang yang terlanjur berpredikat pejabat. Tolonglah rakyat dengan kecerdasan mengabdi, dan tergetarlah dengan rintihan tangis orang-orang yang tidak mampu memenuhi sesuap nasi dan apalagi menyekolahkan anak-anaknya. Jika tidak bernyali pengabdian, maka segera menjauh dari arena Pilkada, karena tidak ada orang yang kelak bebas testing dari pertanggung jawaban dunia-akhirat. Wahai para calon pemimpin dan para pemimpin kami, bertindaklah sebagai dewa-dewa penyelamat masyarakat, bangsa dan negara tercinta ini. Awak Mimbar Perancangan Peradaban Inteleksi (MPPI) Sultra.

No comments: