Thursday, March 22, 2007

ZAKAT dan PEMBERDAYAAN

Oleh

Peribadi

Boleh jadi kurang dipercaya oleh segelintir orang-orang tertentu yang kebetulan dijangkiti virus SePiLis, ketika mendengar atau membaca kisah penyebaran hasil pengumpulan zakat di zaman Pemerintahan Umar Bin Abdul Asiz yang di dalamnya, dikisahkan bahwa zakat kembali dikurungkan ke dalam Baitul Maal, karena tak seorang pun rakyat yang merasa layak untuk menerimanya. Meskipun sudah dipikul dan diboyong keliling kampong, tetapi ternyata tidak ada orang yang mau menerimanya.

Dalam konteks ini, Khalifah Umar Bin Abdul Asiz telah berhasil memberdayakan rakyat yang bernaung di bawah kepemimpinannya dengan zakat yang sukses gemilang difungsimaksimalkan. Akan tetapi, kalau kisah nyata tersebut diragukan karena faktor keimanan, atau mungkin juga karena diklaim sebagai ceritra masa lalu. Maka tak apalah, kita coba menyoal kisah penggunaan dan pemanfaatan dana zakat yang terjadi saat kini atau di depan mata kita, yakni di negeri seberang sana yang bernama kampung Ekhsan sebagai salah satu Negara Bagian yang ada di Malaysia.

Betapa tidak, negara bagian Selangor ini menjalankan roda pembangunan dengan menggunakan dana zakat secara proporsional, professional dan maksimal. Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Malaysia tampil maksimal ke depan mengintensifkan pungutan zakat dan mendistribusikannya kepada rakyat miskin. Dalam konteks pendidikan misalnya, dana zakat langsung dibayarkan ke sekolah-sekolah terhadap murid-murid yang tergolong tidak mampu.

Atas dasar PPZ inilah, sehingga Pemerintah Malaysia berupaya maksimal mengentaskan kemiskinan secara bertahap di tengah gelombang ekonomi yang kurang menggembirakan (Ummi Spesial, Oktober 2006). Tentu saja menjadi pertanyaan yang amat menggelitik. Pasalnya, masyarakat yang dianggap miskin di republik tercinta ini, terus mendapat kucuran dana segar dari berbagai pihak yang concern, baik dari dalam negeri sendiri maupun dari luar negeri melalui lembaga-lembaga swadaya. Entah dimana biangkladinya, di tingkat metodologi, kelembagaan atau dalam proses pengelolaannya ? Masalahnya, kian banyak dana yang terkucur, tampak kian banyak pula orang-orang miskin. Ironis khan ???

Oleh karena itu, betapa cukup spektakuler dan tentu saja amat menakjubkan jika dibanding dengan keadaan bangsa dan negara kita, yang hingga saat ini zakat belum terasakan manfaatnya dan bahkan tidak jelas jantrungnya. Kemana dana zakat itu digunakan, yang sejak keberadaan bangsa Indonesia dihuni oleh mayoritas muslim? Tak pelak lagi, jika kita pun mencoba menambah gugatan kita. Kemana pula dana pajak dan utang luar negeri digunakan selama ini ?

Tidak malukah kita pada Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Malaysia ? Mereka berhasil mengurangi rintihan hidup masyarakatnya dengan program jangka pendek berupa bantuan sarana hidup, pengobatan, pendidikan serta jangka panjang dalam bentuk pusat perlindungan wanita, anak yatim dan lain sebagainya. Dan bahkan dana pembangunannya bersumber dari dana zakat. Kalau tidak malu, sebaiknya kita takut bergelimang dosa. Awak Mimbar Perancangan Peradaban Inteleksi (MPPI) Sultra.

No comments: