Thursday, March 22, 2007

KELAPARAN DI TENGAH KEKENYANGAN


Oleh

Peribadi

Dunia, adalah mungkin bagai neraka bagi penghuninya, jika dia hidup tanpa apa-apa, tanpa sarana dan fasilitas yang serba mewah dan tanpa sembah sujud dari kaum avonturism. Itulah mungkin, sehingga banyak orang cenderung menghalalkan berbagai macam cara demi segudang materi, karena selain pemiliknya hidup senang tak kekurangan sesuatu apapun, juga bisa membuat banyak orang takluk dan bertekut lutut kepadanya.

Betapa sulitnya menjalani hidup dan kehidupan di tengah masyarakat kontemporer yang telah terlanjur mendeklarasikan materi sebagai falsafah kunci kebahagiaan. Sehingga, hampir tak berguna rasanya sebuah kendaraan roda dua yang tak berasap, jika pemiliknya hidup berdampingan dengan pemilik sepeda motor yang berasap; betapa tidak bernyalinya sang pemilik sepeda motor jika bertetangga dengan pemilik roda empat, dan betapa malu-malunya pemilik kendaraan roda empat yang harga menengah ke bawah jika bertemu dengan pemilik roda empat yang 2 M misalnya.

Betapa mudahnya hidup dan kehidupan di masa lalu ketika dewa material belum tampil menguasai benak dan nurani anak manusia. Suasana kehidupan yang merata tanpa perbedaan kelas, dan apalagi tanpa kesenjangan yang menganga lebar. Dan tanpa lilitan setan masyarakat kontomporer, sehingga tak ada beban materil dan moril dengan orang lain yang hidup di sekitarnya. Kecuali mungkin satu hal, yakni kita malu jika tidak berbuat baik dan lebih malu lagi jika menunjukkan perilaku brutal. Sementara kini, kita seolah ”malu memiliki rasa malu”.

Kalau pola pikir seperti ini yang terbayangkan, maka akan terasa sekali betapa pedisnya kehidupan kini dan betapa indahnya kehidupan masa lalu. Ketika kita coba membayangkan kehidupan masa lalu, rasa-rasanya kebahagian penghuninya seolah mampir sejenak di benak dan di hati orang yang membayangkannya.

Karena itu, betapa salahnya orang-orang yang berpikir dan berkata bahwa kehidupan masa lalu adalah susah serta penuh penderitaan. Mungkin saja benar, namun kehidupan kini adalah puncak dari segala penderitaan dan kemalaratan. Betap tidak, kita miskin di atas ibu pertiwi yang kaya raya potensi SDA. Lebih celaka lagi, karena banyak orang lapar di tengah perilaku perampokan harta karun negara dan uang rakyat. Lapar dalam suasana banyak orang lapar atau lapar kolektif, tentu sakit juga. Akan tetapi, pasti jauh berbeda jika seseorang lapar di tengah banyak orang kenyang. Awak Mimbar Perancangan Peradaban Inteleksi (MPPI) Sultra.

No comments: