Thursday, March 22, 2007

SOSIO-PSIKOLOGIS MASYARAKAT


Oleh

Peribadi

Di tengah nestapa kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tercinta ini, tampak sebuah kenyataan sosio-psikologis yang menggambarkan respon warga masyarakat ke dalam tiga kategori terhadap eksistensi negara kita di masa kini dan mendatang. Pertama, warga komunitas yang menanti dengan harap-harap cemas, apa yang bakal terjadi pada dirinya ? Apakah kelak mereka didudukkan di meja hijau dalam sebuah proses pengadilan sehubungan dengan keberdaan dirinya di masa lalu atau di masa kini, ketika mereka sedang dimanahkan sebuah status position. Akan tetapi, dijalankan dengan pola-pola khas Indonesia yang terkenal sebagai negara terkorup. Kapankah penantian dengan harap-harap cemas itu berakhir, dan apakah hanya berakhir dengan predikat saksi semata atau kelak akan menjadi tersangka, dan bahkan boleh jadi akan menghuni istana Lapas yang menyeramkan itu.

Ikhwal seperti inilah yang menyebabkan sebagian warga komunitas yang pada umumnya dari kelas menengah ke atas tidak bisa tidur lelap, tidak bisa makan enak dan sangat sulit menikmati nuansa kehidupan yang nota-bene adem-ayem, meski dengan segudang harta karung yang tergenggam. Maka, cepat atau lambat, kelak dijangkiti dengan virus psikhis yang pada gilirannya membuat kebahagian dan kesejahteraan anggota istana keluarganya terampas oleh lintasan bayangan dan hayalannya yang menggetarkan.

Kedua, potret warga masyarakat yang tidak dipusingkan dengan suasana yang telah, sedang dan akan terjadi di tengah konstalasi kehidupan bangsa ini. Bagi mereka yang nota-bene tidak memiliki kepusingan sosial ini bahwa apapun yang akan terjadi, tetap saja berada posisi marginal dan inferior yang dianggap tidak akan pernah mempengaruhi keberadaannya sebagai orang-orang yang dikorbankan dan ditelantarkan oleh “idiologi pembangunanisme”. Yang terpenting bagi mereka, hari ini sudah ada yang bisa menjanggal perut dan esok kita akan memeras keringat lagi untuk merengkuh sesuap nasi lagi.

Namun cukup ironis, karena kadangkala juga terdengar omelan yang sinis dan pedas, ketika mereka mendengar ada pejabat yang diproses di pengadilan. Apakah mereka mengira bahwa yang menjadi biangkladi dari kemiskinan mereka, adalah pejabat ? Karena itu, terlintas inisiatif ke depan untuk merancang proposal dengan dugaan bahwa mereka mengetahui penyebab kemiskinannya, yakni keberadaan proyek yang banyak dipermainkan oleh kaum elite.

Ketiga, tetap saja ada segelintir warga masyarakat yang berinisiatif untuk melakukan perubahan atas paradigma pembangunan dan sistem politik pemerintahan yang dianggap penuh kesemrautan selama ini. Namun karena diperhadapkan oleh berbagai macam kendala rasional dan irrasional, sehingga mereka tampak layu sebelum berkembang, karena stress merasakan dan menyaksikan ulah dan aksi brutal dari berbagai kalangan. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu.

No comments: