Wednesday, March 21, 2007

MENABUR ANGIN DAN MENUAI BADAI

Oleh

Peribadi

Siapa saja di antara anak manusia yang bertolak dari taburan benih gagasan (Baca: visi) akan pasti menuai perilaku, dan siapa yang menabur perilaku akan menuai kebiasaan, dan siapa yang menabur kebiasaan akan menuai karakter dan akhirnya siapa yang menabur karakter akan menuai nasib. Kalau kini nasib sial tengah menimpah bangsa dan negara, berarti sangat signifikan dengan virus visi-misi yang tertabur di masa lalu.

Dalam artian, ketika kita mencoba menabur visi, maka kelak kita memetik perilaku, dan ketika kita terus menabur perilaku, maka kelak memetik kebiasaan, dan ketika kita lanjutkan taburan kebiasaan itu, maka sudah pasti akan membuahkan karakter dan kepribadian yang khas, dan akhirnya siapa yang terus menunjukkan karakter, maka akan berdampak pada nasib baik atau nasib buruk.

Falsafah ini adalah meluncur dari pena Steven Copey dalam bukunya “Seven Habit” yang saya ungkap ketika menjadi moderator di Seminar Pilkada, 4 Juni 2004 di Hotel Attaya Kendari. Maka, tentu saja dengan mudah dapat dibayangkan bahwa kalau sekiranya seluruh komponen benih yang tertabur itu adalah benih yang bervirus, maka diduga keras bahwa kelak kita menuai, memetik dan menempati suatu ruang kehidupan sosial yang problematik sebagaimana yang tengah mengitari kehidupan bangsa dan negara tercinta ini.

Kalau seandainya visi dan misi yang terkandung dalam UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terjabar kemudian di dalam PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut, juga bervirus sebagaimana UU. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka nasib sial dimaksud, akan kembali mewarnai kehidupan perpolitikan daerah selama berlangsungnya Pilkada dan sesudahnya. Dan tentu saja hasilnya pun tidak dapat diharapkan secara maksimal untuk merekonstruksi puing-puing keruntuhan yang berserakan di sana-sini.

Sikap ragu-ragu bakal terjadinya konflik di dalam pelaksanaan Pilkada adalah sesuatu yang cukup positif, tak pelak lagi kalau keraguan yang sehat (haelthy scepticism) dalam kerangka berpikir Cak Nur adalah sungguh sangat penting, sehingga terbuka peluang untuk saling memberi dan menerima dan sekaligus dengan jujur serta ikhlas menyadari kesalahan masa lalu. Atas dasar inilah, sehingga Pak Rektor Unhalu dalam sambutannya ketika membuka acara tersebut tampak tulus membeberkan upaya penyadaran masa lalu, sebagaimana misalnya Umar Bin Khattab sebagai mantan preman di seantero Jazirah Arab. Meskipun tetap saja ada peserta yang kebetulan kader-kadernya sendiri yang tersenyum agak kegenitan mendengar kata sambutan beliau.

Terlepas dari respon dan subyektivitas masing-masing, memang sudah saatnyalah kita menyadari dan sekaligus mengkiritisi diri sendiri (introspeksi) sebelum dikritisi dan atau mengkritisi orang lain (retrospeksi). Pasalnya, kita sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa telah hampir kehilangan segala yang berharga. Tampaknya, kita tidak hanya kehilangan sumber daya alam, tidak hanya kehilangan kebanggaan nasional, kehilangan martabat dan jati diri bangsa, serta kehilangan etika berpolitik. Akan tetapi, kita pun ternyata kehilangan nilai agama dan keyakinan hidup, sehingga ada Balon yang tidak sungkang-sungkang melibatkan paranormal untuk merenggut kursi panas. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu.

No comments: