Thursday, March 22, 2007

PERTONTONAN SANDIWARA POLITIK ?


Oleh

Peribadi

Menurut komentar orang di pinggir jalan bahwa elite, pejabat dan politisi kita yang terus berbenturan, tapi sekonyong-konyong berpelukan adalah tak ubahnya perseteruan anak-anak ingusan yang cukup menarik ditonton. Memang, berbagai macam komentar dan plesetan yang mungkin bisa mengemuka. Namun yang patut dipersoal, apa kata ahli sosiologi atas ikhawal ini ? Bagi ahli sosiologi kotemporer yang lebih terfokus pada interaksi tatap muka dan individu sebagai satuan analisis, tampak cukup menarik untuk direnungi. Pasalnya, kaum elite yang merupakan aktor utama dalam rutinitas tersebut, adalah mungkin anak-anak bangsa pilihan yang tengah memprakondisikan fenomena perjudian di kursi panas.

Menurut Erving Goffman, dalam suatu situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu penampilan (permormance). Sedangkan orang-orang lain yang terlibat di dalam situasi itu disebut sebagai partisipan lainnya. Erving Goffman menyatakan bahwa dalam setiap kegiatan tertentu kita menggunakan frame untuk menangkap apa yang terjadi. Apakah penampilan itu bersifat kebetulan, bercanda, penipuan, kekeliruan atau suatu sandiwara? Dalam artian, kita perlu membaca setiap situasi ketika misalnya kita mendengar dan apalagi menyaksikan pelukan politik yang dipertontonkan oleh kaum elite yang selama ini bergesek-gesekan di panggung sandiwara politik.

Akan tetapi, tontonan yang sangat subyektif di benak Blumer sebagai pendekar interksionisme-simbolis bahwa pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri, dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu.

Adapun etnometodologi yang mempunyai sejumlah persamaan dengan pendekatan interaksionisme simbolis. Tampaknya, Garfinkel setuju bahwa dalam peristiwa sosial memang hanya sedikit peristiwa yang teratur. Keteraturan yang telah ditetapkan itu dibuat sesuai dengan norma-norma yang membimbing bagaimana manusia menganggap dunia sosial ini. Karena itu, proses memahami keteraturan dunia sosial itu akan menjadi jelas hanya di saat realitas tadi dipertanyakan. Dan Garfinkel-lah yang lebih jauh menegaskan bahwa dalam interaksi, individulah yang memberikan kesan organisasi sosial.

Secara teoritis, berbagai pandangan tersebut tampak cukup relevan untuk dikembangkan dalam konteks yang lebih luas, sehingga dapat berkembang lebih dalam ketika kita ingin terus menyorotnya. Namun fenomena pertunjukan perilaku kekanak-kanakan.yang saling menghujat dan kemudian sekonyong-konyong berpelukan. Maka, bagi kaum ahli dramaturgist adalah sebuah tindakan individu yang seketika didramatisir dalam aksi yang terpoles canggih. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu. Aktivis MPPI Sultra dan Staf pengajar Sosiologi Fisip Unhalu.

No comments: