Thursday, March 22, 2007

ZAKAT dan SENSE OF RESPONSIBILITY


Oleh

Peribadi

Ketika kita menyoal zakat, memang hampir semua lini kehidupan sosial perlu dicermati. Pertama, kita yakin bahwa warga komunitas muslim mempunyai tingkat kesadaran yang sangat tinggi terhadap pentingnya mengeluarkan zakat. Karena demikian sadar dan takutnya, sehingga di akhir bulan Ramadhan atau menjelang hari raya Idul Fitri, semua orang tanpa kecuali, miskin dan kaya, kikir dan dermawan seolah berlomba mencari mustahik atau mungkin menyerahkan ke mesjid terdekat serta mungkin juga menyerahkan ke lembaga dan badan amil zakat yang biasa disebut BAZ dan LAZ.

Ikhwal ini tentu saja tidak salah. Namun ketika ingin jujur mengintrospeksi perilaku zakat kita dalam perspektif rutinitas-ritualistik. Maka, tak ubahnya kita shalat sunnat malam (Tarwih) yang selama ini dilakukan secara ritual pada setiap bulan Ramadhan. Dan hal ini pun tidak salah. Namun perlu ditandaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk selalu bangun malam bertahajjud di keheningan malam dalam semua bulan. Demikian pula Tuhan memerintahkan hamba-Nya untuk mengeluarkan zakat fitrah, zakat maal, infaq, shadaqah dan bahkan wakaf pada setiap saat yang tak terbatas. Dalam konteks inilah, masyarakat sebagai Muzzaki dan sebagai Mustahik cenderung melakukan apa adanya tanpa disadari sebagai kekurangan.

Kedua, lembaga pengelola zakat yang kini mulai menjamur dari berbagai komponen masyarakat potensial, sehingga tidak lagi didominasi oleh pemerintah. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa munculnya lembaga-lembaga alternatif dalam berbagai aspek kehidupan sosial, misalnya KPU di bidang politik, KPK di bidang hukum, LSM di bidang ekonomi dan lain sebagainya, termasuk dalam konteks zakat, adalah akibat dari gejala ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah yang selama ini tidak mampu menjadi ”zakat sebagai solusi kemiskinan”.

Karena itulah, tidak ada alasan lagi bagi semua pihak untuk tidak mengembangkan proses pengelolaan zakat secara profesional, sehingga masyarakat yang lepas dari mulut singa selama kurun waktu Orba, tidak termangsa ke dalam mulut harimau di kurun waktu reformasi. Belajarlah ke negeri seberang, karena di sana ada kampung Ekhsan di Negara Bagian Selangor Malaysia, seluruh pembangunannya dibiayai oleh dana zakat. Sungguh spektakuler jika dibandingkan dengan kita, karena dana zakat yang dikelola oleh Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Malaysia berhasil mengurangi rintihan hidup masyarakatnya dengan program jangka pendek berupa bantuan sarana hidup, pengobatan, pendidikan serta jangka panjang dalam bentuk pusat perlindungan wanita dan anak yatim dan lain sebagainya.

Ketiga, puncak kesalahan tertinggi adalah mereka yang selaku penentu utama kebijakan, yakni pemerintah yang di pundaknya ada amanah rakyat. Tentu saja bukan hanya zakat yang harus dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat. Akan tetapi, termasuk pungutan pajak dan utang luar negeri. Pertanyaan singkat buat mereka yang pernah berwewenang di bangsa yang tengah merana ini, adalah dikemanakan semua uang pajak, utang luar negeri dan dana zakat sepanjang keberadaan bangsa kita ini ? Istigfarlah sebanyak-banyaknya, karena tidak seorang pun yang mampu bebas testing dari tanggung jawab tersebut. Awak Mimbar Perancangan Peradaban Inteleksi (MPPI) Sultra.

No comments: